Rabu, 24 Agustus 2016

Pengertian Islam Metu Telu Bagi Masyarakat Adat Bayan

Karang Bajo (SID). Orang Menduga bahwa di  Bayan masi ada Komnitas Islam Wetu Telu, Padahal Wetu Telu itu Bukan waktu Sholat melaikan sebuah filosopi, Masyarakat Bayan semuanya  beragama islam, waktu sholat  5 kali sehari semalam juga sama, Yang Benar Adalah Metu Telu, yang arti kata metu adalah kehadiran sedangkan telu artinya tiga yaitu Tioq ( yang Tumbuh ), menteloq ( yang Bertelur ) dan menganaq ( yang Melahirkan ).

Orang-orang diluar Masyarakat Adat Bayan Kabupaten Lombok Utara salah tafsir dengan istilah Wetu Telu. Salah tafsir ini tentang makna ini sangat boleh jadi dikarenakan minimnya pengetahuan yang diterima orang luar terhadap istilah ini. Beberapa tafsir keliru tentang wetu telu misalnya, wetu telu dianggap tiga waktu sholat. Bahkan ada yang lebih ekstrim yang menganggap keislaman orang Bayan belum lengkap atau belum tuntas belajar agaman Islam.internal juga tak kalah peliknya. Belum ada satu pandangan resmi yang bisa berlaku umum untuk persoalan ini.

Beberapa tokoh memiliki padangan sendiri untuk memaknai wetu telu sehingga perlu ada satu pintu  untuk merumuskan makna wetu telu yang bisa diterima oleh semua tokoh adat dan dunia maya. Meskipun demikian perbedaan pandangan itu diikat oleh satu makna yang sama. Menurut keterangan beberapa Tokoh Adat Bayan, ada satu makna yang secara umum bisa diterima bersama yakni metu bisa di artikan sebagai wadah, sementara telu adalah tiga, Konsep ini dijabarkan dalam tiga falsafah hidup mereka yakni mentioq (tumbuh), menteloq (bertelur) dan menganaq (melahirkan).Terkait makna konsep ini secara mendalam.

Mereka menjelaskan bahwa ada makna Metu telu yang bisa dijelaskan dan ada yang tidak. Sehingga perlu dipelajari secara bertahap dan menyeluruh. Tidak semua hal diberitahukan kepada orang lain, karena khawatir tidak bisa dipahami. Celakanya perbedaan pemaknaan ini berpengaruh pada tingkat penerimaan sosial masyarakat terhadap komunitas ini.

Kita harus mengakui Sejarah Penyebaran Agama Islam di Bayan  sekitar abad ke-16 masuk melalui pantai Utara Bayan namanya Bandar Laut yang dulu ada Rumah Adatnya namanya mak lokak subandar  tempatnya di Labuan Carik  Desa Anyar Kecamatan Bayan Lombok Utara 5km dari Desa Karang Bajo. Yang sekarang ada sudah di bangun Bandar Laut Intrnasional
Penyebaran Islam pertama di Bayan pembawanya adalah  Syeh Nurul Rasyid gelar Sufinya Gauz Abdul Razak, ia menetap dan mendakwah di Bayan sampai mengawini Denda Bulan  yang melahirkan seorang anak yang bernama Zulkarnaen . kemudian Gauz Abdul Razak Kawin lagi dengan denda Islamiah yang melahirkan anak namanya Denda Komariah, yang popular  dengan sebutan Dewi Anjani, Syeh Gauz Abdul Razk makamnya berada di sebelah selatan Masjid Kuno Desa Bayan sering di sebut Makam Besar ( Makam reak ).
Masuknya Agama Islam pada abad ke-16 dari Bayan dan Pulau Lombok membawa perubahan besar dalam pola dan sistim kehidupan masyarakat  pada waktu itu, sebagai bukti perjuangan beliau  telah  berdirinya sebuah masjid di Bayan dinamakan Masjid Kuno tempatnya di Desa Bayan (Masjid Beleq ).
Untuk Mencukupi Mukim agar masjid kuno bisa dipakai untuk sholat Jum’at pada jaman dahulu maka datanglah seseorang dari suku Bajo yang menetap di sebelah utara Masjid Kuno yang kini disebut Kampung Karang Bajo. Buktinya ada kampu ( rumah adat mak lokak gantungan Rombong Karang Bajo ).

Jama’ah masjid kuno berada di 4 kepembekelan  yaitu  pembekel Beleq Bayan Timur, tempatnya di Desa Bayan - pembekel beleq Bayan Barat di Desa Bayan, pembekel beleq Loloan  tempatnya di Desa Loloan dan Pembekel beleq Karang Bajo tempatnya di Desa Karang Bajo. Di masing masing pembekel ini ada rumah adat dan Pemangkunya. Pemeluk Agama Islam di Bayan mengapa  ada kemiripan pakaianya dengan Orang yang ada di Wilayah Karang Asem Bali,  Pada Jaman Dahulu dalam sejarah pada tahun 1692 M, bahwa Kerajaan Karang Asem pernah berkuasa di Wilayah Lombok termasuk Bayan  yang sampai saat ini bukti yang masih kita liat adalah adanya Kampu di 4 Kepembekelan ini, adanya pakaian adat Bayan seperti kereng londong abang, kereng poleng, sapuk batik,  dodot rejasa dan sebagainya, pakaian adat tersebut dipakai oleh masyarakat adat bayan pada acara sareat agama seperti, acara maulid Nabi Muhammad SAW, acara Idul Pitri, Idul adha, dan semua acara ritual keagamaan.

Kita mengakui sejarah bahwa Para Tuan guru yang menyebarkan agama Islam di Bayan untuk menyempurnakan keislaman masyarakat dan dalam waktu yang tidak terlalu lama para mubaliq terlanjur pergi untuk menyebarkan islam ke tampat lain di Pulau Lombok. Sumbawa, dompu dan bima. Sehingga wajar masi ada di temukan para kiyai adat yang ada di Bayan tidak paseh dalam membaca Al-Quran, seperti Lagu Baiti dan sebagainya namun masyarakat Bayan  banyak yang Hatam Al-qur’an. Karena di wilayah Kecamatan Bayan juga ada Pondok Pesantren yang Bernama seperti Pondok Pesantren Gauz Abdurrazak NW, Pondok Pesantren Babul Mujahidin, Pondok Pesantren Nurul Bayan, ada Madrasah mualai dari Mabdrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliah dan Perguruan Tinggi STKIF Hamzar.

Dalam sejarah bahwa dulu yang melaksanakan Ibadah sembahyang hanya dilakoni oleh para kiyai yaitu sembahyang Dzuhur pada hari jum’at, sembahyang mayit,  sembahyang  teraweh pada bulan puasa, sembahyang hari raya idul fitri dan idhul adha. Sedangkan sembahyang yang 5 waktu tidak kita liat di laksanakan  oleh kiyai apalagi masyarakat adat. Alasanya karena yang sempat di ajarkan oleh para mubalik itu untuk mengajarkan Agama Islam ke para Kiyai Adat saja sedangkan masyarakat adatnya belum di ajar dan  duluan di tinggal  ke luar daerah.

Lalu Apa Alasannya Para kiyai melaksanakan Ibadah di Masjid Kuno (Sereat Agama ) mundur 2 hari atau 3 hari dari Umat Muslim Lainnya, seperti Puasa, Sholat ID, Maulid Nabi dan sebaginya tidak bersamaan, karena kiyai dan tokoh  adat Bayan mempunyai kalender wariga sendiri, ukuran 5 tahun lagi kita akan melaksanakan Sareat Maulid Nabi, mereka tau waktu hari dan tanggal pelaksanaanya. Alasan kedua pada saat Kiyai santri melaksanakan Sholad ID di Masjid Kuno selalu di undur 2 hari karena pada zaman Kerajaan Karang Asem Berkuasa, kiyai santri yang melaksanakan Ibadah Sholat Id tidak di ijinkan waktu itu, namun karena mempertahankan Agama Islam kiyai Bayan rela di undur 2 hari untuk sholat ID itupun harus menggunakan busana Mereka. Tetapi sekarang para kityai dan  masyarakat untuk melaksanakan Ibadah 5 waktu sehari semalam telah di bangun masjid sendiri di masing masing kampung ( Dusun ) sedangkan Masjid Kuno khusu untuk acar Ritual sareat agama seperti prosesi Maulid adat dan sebagainya.

Jadi Harapan Kepada Pembaca bahwa Wetu Telu ibu Bukan waktu sholat melaikan sebuah filosopi.( Tioq, Menteloq dan Menganak ) Dalam Bahasan agama Islam dikatakan Hubungan Manusia kepada Allah, habungan manusia sesama manusia  dan Hubungan Manusia dengan alam sekitarnya. Info lebih Lanjut bisa anda kunjungi Perpustakaan Adat yang ada di sekitar Masjid Kuno Bayan dan Perpustakaan Adat wetu Telu Desa Karang Bajo ( Ardes).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar